Sabtu, 22 Februari 2014

Kisah dua kakak beradik


Sella dan Viona

 

“Sellaaaaaa……” Viona memanggil Sella dengan nada keras dan muka marah.

“Ini kenapa laptopku gak bisa nyala, Sel?” Viona bertanya sambil memukul-mukul laptop ungu kesayangannya.

“Aku gak tau kak, tadi malem itu aku cuma pinjem buat bikin presentasi doang” Sella menunduk takut.

“Ya tapi kenapa gak bisa nyala? Dasar adek pembawa sial” Viona meninggalkan Sella. Kaget bukan kepalang saat Sella dengar kakaknya sendiri bilang bahwa dia ‘Pembawa Sial’. Sella benar-benar tidak tau soal laptop kakaknya yang rusak tiba-tiba seperti itu. Ia ingin bertanggung jawab meskipun ia tidak bersalah, Sella menemui Viona yg masih kesal tak terbatas.

“Kak, laptopnya aku bawa ke tempat service ya, nanti biar aku yang bayar deh”

“Ya emang harusnya begitu, tuh bawa!”. Sella mengambil laptop ungu kesayangan kakaknya, ia memasukkannya ke tas lalu tancap gas dengan motor hitam maticnya.

Gubbraaakkk………….” Motor Sella ditabrak oleh mobil dibelakangnya. Tubuhnya terpental satu meter dan yang pertama kali sela pikirkan adalah ‘Laptooooppp’

“Ya ampun laptop Kak Vio, gimana ini?” Sella menangis tanpa suara, bagai jatuh tertimpa tangga, sudah ditabrak-laptop kakaknya pun ikut terjatuh bersama dirinya-yang menabrak pun lari tak bertanggung jawab. Sella pun menelpon kakaknya karena ia merasa tidak kuat untuk membawa motor. Setengah jam kemudian Viona datang dengan temannya.

“Kamu sama Ratih, Sel. Biar aku bawa motor kamu” Viona menjelaskan, Sella memberikan kunci motornya.

“Gimana sih Sellaaaa, laptopku udah kamu rusakin jd tambah rusak, motor kamu sekarang di bengkel, besok aku jadi harus nganterin kamu ke sekolah, luka-luka kamu jugaa--- ah! Kamu ya!”

“A..a..aku pembawa sial kak?” dengan gugup Sella bertanya pada Viona, sambil menunduk dan dengan nada lemah, sangat lemah.

“Pikir sendiri!” Untuk kedua kalinya di hari ini Viona meninggalkan Sella begitu saja. Sella terisak-semakin lama semakin terdengar suara tangis yang keluar bersama air matanya.

“Sellaaaaaaa, bisa diem gak? Berisik!” Viona berteriak dibalik kamarnya. Sella mencoba untuk menahan tangisnya meskipun dalam hati terasa perih. Orang yang paling ia sayang selalu memarahinya. Tak ada lagi orang yang bisa ia peluk selain Viona, tak ada lagi orang yang bisa menerima segala curhatan selain Viona.

Sella berdiri dari duduknya, perlahan ia berjalan menuju kamar Viona, menahan sakit karena luka parah di bagian lututnya.

“Kak Vio, maafin aku ya”

“Kamu gausah minta maaf, dasar pembawa sial”. Sekali lagi Sella merasa jauh dari kakaknya saat kakaknya selalu berkata ‘Pembawa sial’

“Sella bener-bener gak sengaja kak”

“Kamu bilang gak sengaja? Setelah apa yang kamu lakuin selama ini kamu bilang gak sengaja? Mama sama Papa itu pergi gara-gara kamu! Kenapa gak sekalian aja kamu bunuh aku?” Suara Viona makin meninggi, raut wajahnya sudah merah karena amarahnya.

“Kak, kakak boleh sebut aku dengan sebutan apapun termasuk pembawa sial, tapi tolong kak jangan salahkan aku atas kepergian mama dan papa”. Tangis Sella semakin menjadi.

“Terus apa namanya kalo bukan kamu pembawa sial”. Viona terus menghujat Sella, entah setan apa yang merasuki tubuhnya sampai ia bisa berbicara se-tega itu.

“Mama memang pergi karena melahirkan aku, tapi kalo aku bisa milih, lebih baik aku yang mati dan mama bisa terus memeluk dan mengasihi kakak. Papa memang pergi karena ingin menjemputku saat aku TK dulu, tapi kalo aku bisa milih, lebih baik aku pulang sendiri dan biar aku yang mati kecelakaan supaya papa bisa terus bareng sama kakak”. Sella menangis dan menunduk sambil memegang tangan Viona “Maafin aku kak, cuma kakak yang bisa aku sayang saat ini”

Tak terasa air mata Viona keluar dan turun membasahi pipinya “Kak, Cuma kakak yang selalu ada buat aku saat ini, cuma kakakk—” Sella memeluk kedua kaki kakanya itu, ia hanya bisa meluapkan apa yang dirasakan saat ini. Rasa kasih sayang kepada Kak Viona, satu-satunya orang yang menjadi tempat suka dukanya.

Viona memegang pundak adiknya, mengajaknya berdiri dan memeluknya “Kakak juga sayang sama kamu, maafin kakak yaa”.

“Aku akan selalu memaafkan kakak, rasa sayangku ke mama, papa, dan kakak sama besarnya. Mama dan Papa udah ga ada, cuma Kak Vio satu-satunya, jangan tinggalin aku ya”

“Iya adikku yang nyebeliiiiiiiinnnn” Viona mencubit hidung Sella. Mereka berdua tertawa.

Sebesar apapun rasa benci kakak kepada adik atau adik kepada kakak. Di hati yang terdalam pasti menyimpan rasa sayang yang begitu besar. Meski tidak atau belum diwujudkan dalam suatu sikap yang nyata. Karena rasa sayang itu tidak bisa diukur seberapa besarnya, yang pasti begitu besar, melebihi daratan atau lautan bahkan langit, yang pasti hanya rasa kasih sayang itulah yang akan membuat kita terus merasakan arti kebahagiaan sejati.