Sella dan Viona
“Sellaaaaaa……”
Viona memanggil Sella dengan nada keras dan muka marah.
“Ini
kenapa laptopku gak bisa nyala, Sel?” Viona bertanya sambil memukul-mukul
laptop ungu kesayangannya.
“Aku
gak tau kak, tadi malem itu aku cuma pinjem buat bikin presentasi doang” Sella
menunduk takut.
“Ya
tapi kenapa gak bisa nyala? Dasar adek pembawa sial” Viona meninggalkan Sella.
Kaget bukan kepalang saat Sella dengar kakaknya sendiri bilang bahwa dia
‘Pembawa Sial’. Sella benar-benar tidak tau soal laptop kakaknya yang rusak
tiba-tiba seperti itu. Ia ingin bertanggung jawab meskipun ia tidak bersalah,
Sella menemui Viona yg masih kesal tak terbatas.
“Kak,
laptopnya aku bawa ke tempat service
ya, nanti biar aku yang bayar deh”
“Ya
emang harusnya begitu, tuh bawa!”. Sella mengambil laptop ungu kesayangan
kakaknya, ia memasukkannya ke tas lalu tancap gas dengan motor hitam maticnya.
“Gubbraaakkk………….” Motor Sella ditabrak
oleh mobil dibelakangnya. Tubuhnya terpental satu meter dan yang pertama kali
sela pikirkan adalah ‘Laptooooppp’
“Ya
ampun laptop Kak Vio, gimana ini?” Sella menangis tanpa suara, bagai jatuh
tertimpa tangga, sudah ditabrak-laptop kakaknya pun ikut terjatuh bersama
dirinya-yang menabrak pun lari tak bertanggung jawab. Sella pun menelpon
kakaknya karena ia merasa tidak kuat untuk membawa motor. Setengah jam kemudian
Viona datang dengan temannya.
“Kamu
sama Ratih, Sel. Biar aku bawa motor kamu” Viona menjelaskan, Sella memberikan
kunci motornya.
“Gimana
sih Sellaaaa, laptopku udah kamu rusakin jd tambah rusak, motor kamu sekarang
di bengkel, besok aku jadi harus nganterin kamu ke sekolah, luka-luka kamu
jugaa--- ah! Kamu ya!”
“A..a..aku
pembawa sial kak?” dengan gugup Sella bertanya pada Viona, sambil menunduk dan
dengan nada lemah, sangat lemah.
“Pikir
sendiri!” Untuk kedua kalinya di hari ini Viona meninggalkan Sella begitu saja.
Sella terisak-semakin lama semakin terdengar suara tangis yang keluar bersama
air matanya.
“Sellaaaaaaa,
bisa diem gak? Berisik!” Viona berteriak dibalik kamarnya. Sella mencoba untuk
menahan tangisnya meskipun dalam hati terasa perih. Orang yang paling ia sayang
selalu memarahinya. Tak ada lagi orang yang bisa ia peluk selain Viona, tak ada
lagi orang yang bisa menerima segala curhatan selain Viona.
Sella
berdiri dari duduknya, perlahan ia berjalan menuju kamar Viona, menahan sakit
karena luka parah di bagian lututnya.
“Kak
Vio, maafin aku ya”
“Kamu
gausah minta maaf, dasar pembawa sial”. Sekali lagi Sella merasa jauh dari kakaknya
saat kakaknya selalu berkata ‘Pembawa sial’
“Sella
bener-bener gak sengaja kak”
“Kamu
bilang gak sengaja? Setelah apa yang kamu lakuin selama ini kamu bilang gak
sengaja? Mama sama Papa itu pergi gara-gara kamu! Kenapa gak sekalian aja kamu
bunuh aku?” Suara Viona makin meninggi, raut wajahnya sudah merah karena
amarahnya.
“Kak,
kakak boleh sebut aku dengan sebutan apapun termasuk pembawa sial, tapi tolong
kak jangan salahkan aku atas kepergian mama dan papa”. Tangis Sella semakin
menjadi.
“Terus
apa namanya kalo bukan kamu pembawa sial”. Viona terus menghujat Sella, entah
setan apa yang merasuki tubuhnya sampai ia bisa berbicara se-tega itu.
“Mama
memang pergi karena melahirkan aku, tapi kalo aku bisa milih, lebih baik aku
yang mati dan mama bisa terus memeluk dan mengasihi kakak. Papa memang pergi karena
ingin menjemputku saat aku TK dulu, tapi kalo aku bisa milih, lebih baik aku
pulang sendiri dan biar aku yang mati kecelakaan supaya papa bisa terus bareng
sama kakak”. Sella menangis dan menunduk sambil memegang tangan Viona “Maafin
aku kak, cuma kakak yang bisa aku sayang saat ini”
Tak
terasa air mata Viona keluar dan turun membasahi pipinya “Kak, Cuma kakak yang
selalu ada buat aku saat ini, cuma kakakk—” Sella memeluk kedua kaki kakanya
itu, ia hanya bisa meluapkan apa yang dirasakan saat ini. Rasa kasih sayang
kepada Kak Viona, satu-satunya orang yang menjadi tempat suka dukanya.
Viona
memegang pundak adiknya, mengajaknya berdiri dan memeluknya “Kakak juga sayang
sama kamu, maafin kakak yaa”.
“Aku
akan selalu memaafkan kakak, rasa sayangku ke mama, papa, dan kakak sama
besarnya. Mama dan Papa udah ga ada, cuma Kak Vio satu-satunya, jangan
tinggalin aku ya”
“Iya
adikku yang nyebeliiiiiiiinnnn” Viona mencubit hidung Sella. Mereka berdua
tertawa.
Sebesar
apapun rasa benci kakak kepada adik atau adik kepada kakak. Di hati yang
terdalam pasti menyimpan rasa sayang yang begitu besar. Meski tidak atau belum
diwujudkan dalam suatu sikap yang nyata. Karena rasa sayang itu tidak bisa
diukur seberapa besarnya, yang pasti begitu besar, melebihi daratan atau lautan
bahkan langit, yang pasti hanya rasa kasih sayang itulah yang akan membuat kita
terus merasakan arti kebahagiaan sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar