Suara lari pagi yang kompak
mengawali setiap pagiku, hari ini aku latihan mengelilingi kawasan bintaro,
setiap pagi aku dan setiap waktu aku harus mengabdikan diriku untuk negara ini,
terkadang aku pun harus rela mati demi mengorbankan diriku untuk pekerjaanku.
Berawal dari temanku yang
membawaku ke sebuah tempat pelatihan, kami ditempa agar bisa melindungi wilayah
dan melindungi diri kami sendiri, enam bulan berlalu dan hasilpun keluar,
ternyata tesku selama in bagus sekali dan aku ditugaskan untuk mengamankan
keadaan penting. Ya, inilah pekerjaanku berseragam mengabdi kepada daerah dan
sangat dipertanggung jawabkan, namun pekerjaan ku yang halal ini banyak
dipandang sebelah mata oleh orang-orang, seharusnya niat baikku ini terkadang
menjadi ancaman bagi mereka diluar sana, bukan! Kami bukan musuh, tapi mengapa
banyak ang membenci kami! Inilah pekerjaanku, menjadi satuan polisi pamong
praja atau orang orang mengenalnya dengan sebutan Satpol PP, setelah lulus SMA
aku bergabung disini, tadinya aku ingin kuliah, tapi terkendala biaya dan
lagipula masih ada ketiga adikku yang harus menempuh sekolah, aku ingin
mengabdi kepada keluargaku saja, masalah kuliah nanti sajalah.
Inilah yang kusuka dari
pekerjaanku ketika aku dan teman teman hanya berdiri dan menjaga para pendemo
itu, terkadang pendemo itu hanya berorasi 3 jam saja dan kemudian pulang, atau
jika mereka merusuh, akan ada gas air mata yang membantu kami bekerja, dulu
seorang satpol pp bekerja mengamankan ancaman RI ketika sekutu datang setelah
kemerdekaan, namun kini tak ada lagi sekutu, dulu kami mengamankan lawan orang
orang luar, namun kini? Orang indonesia dengan orang indonesia, kelihatan tidak
logis memang, namun itulah kenyataannya.
Aa yang kusuka dan ada pula
yang tidak ku sukai ketika kami harus membereskan suatu wilayah dari pedagang2
kaki lima. Pernah suatu hari aku ditugaskan untuk menggusur lapak pedagang kaki
lima, aku melihat ada sebuah warung yang tetap berdiri meski sudah ada mobil
besar yang akan menggusur warung kecilnya itu, penjaga warung itu merupakan
seorang perempuan separuh baya, ia menangis meminta agar kami tak menggusurnya,
inilah yang membuat hatiku pilu, bagaimana jika dia adalah ibuku? Yang bekerja
menghidupi anak-anaknya? Komandan ku menyuruhku agar membawa ibu itu menjauh
dari warung yang akan segera dirobohkan, aku dan komandanku berdua berjalan
menuju warung kecil itu, pertama tama komandanku memperingatkan ibu itu dengan
hitungan, namun ia tak mau mundur, komandanku maju untuk menarik ibu itu segera
menjauh namun ibu itu tetap saja bertahan, aku pun membantu komandanku untuk
menjauhkan ibu itu dari warungnya, sambil aku bilan padanya bahwa ia harus
menerima keputusan ini, karna bila ketukkan palu telah terdengar maka tidak akan
bisa berbuat apa apa lagi, ibu itu kelihatan marah pada kami, aku semakin serba
salah, bila kutarik paksa aku akan menyakiti dirinya bahkan hatinya, komandanku
mendorong aku dan ibu itu sampai kami berdua terjatuh menjauh dari waruang itu,
warung itu pun dihancurkan dan ibu itu menangis kencang, kucoba menenangkannya
namun ia kelihatan kecewa kepada kami khususnya kepadaku, ketika pulang aku
terus memikirkan peristiwa itu.
Setelah selesai lari pagi dan
menjalankan latihan bersama teman-temanku. Kami beristirahat di depan barak TNI
angkatan darat, meminum satu gelas air dan makan satu butir telur rebus bulat. Tak
lama komandanku tiba, kami semua berbaris dengan rapihnya dan komandanku
memberikan beberapa tugas lagi untuk hari ini.
Bekerja.........Bekerja...............dan Bekerja!Untuk aku dan keluargaKU.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar